Kamis, 30 Juli 2009

MENATA DIRI UNTUK MENJADI GURU IDOLA

MENATA DIRI UNTUK MENJADI GURU IDOLA



Banyak teman seprofesi yang bertanya kepada saya bagaimanakah menjadi guru idola? Pertanyaan itu terus terang begitu menggoda dan membuat saya melakukan refleksi dan instropeksi diri. Bertanya pada diri sendiri apakah selama ini telah menjadi guru idola. Idola para siswa yang merasa nyaman bila berada dalam suasana pembelajarannya. Idola para siswa karena mampu menjadi teladan bagi anak didiknya. Bicaranya sangat menyejukkan hati, ilmunya bak ’mata air’ yang tak pernah habis diambil, dan kehadirannya membuat para siswa merasa belajar menjadi menyenangkan. Mereka pun merasakan betapa nikmatnya berada di sekolah sebagai rumah ”keduaku”.



Untuk bisa menjadi guru idola para guru harus menata diri. Memperbaiki hal-hal yang kurang tepat dilakukan oleh guru dan senantiasa melakukan apa yang disebut belajar sepanjang hayat. Tak ada guru yang langsung menjadi idola para siswa, meskipun guru tersebut berwajah ganteng dan cantik. Sebab ganteng dan dan cantik tidak menjadi jaminan guru itu menjadi guru idola. Guru idola bukan hanya guru yang digugu dan ditiru saja, tetapi tercermin dari tingkah lakunya yang selalu satu kata antara perkataan dan perbuatan. Mampu memberikan keteladanan kepada teman sejawat dan anak didiknya. Kreatif, tidak sombong, dan rendah hati kepada sesama. Gaya bahasanya biasa saja, tidak dibuat-dibuat seperti layaknya penyair kondang. Tetapi, bila ia bicara dan mengembangkan senyumnya membuat mereka yang mendengarnya terdiam dan mengatakan,”inilah guru idolaku”.



Hiduplah dengan memberi sebanyak-banyaknya.



Dalam hidupnya, guru idola adalah guru yang senantiasa mengajarkan kepada peserta didiknya untuk hidup dengan memberi sebanyak-banyaknya bukan menerima sebanyak-banyaknya. Dengan prinsip tangan di atas lebih mulia daripada tangan dibawah, membuat dirinya merasakan harus senantiasa memberi. Memberi tidak harus dengan sesuatu yang sifatnya materi, tetapi memberi dapat dilakukan dengan sesuatu yang sangat mudah. Sesuatu yang sangat mudah itu adalah ‘senyum seorang guru’. Bila guru tersenyum, maka anak didiknya akan menghampirinya dengan kedamaian hati. Namun, bila guru tak tersenyum, maka muridpun akan berlari, dan mengatakan dalam hatinya, “guruku tak lagi tersenyum”.



Beban hidup yang ditanggung oleh para guru, dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya harus membuat para guru bersabar dan terus berdoa kepada Tuhan yang Maha Pemberi. Ketika guru sadar bahwa dirinya harus senantiasa menjadi motivator dalam hidupnya, maka guru idola akan mengatakan pada dirinya untuk selalu memberi dan memberi. Memberi sebanyak-banyaknya dan tak harap kembali. Bagai sang surya yang menyinari dunia. Hidupnya seperti matahari yang senantiasa menyinari dunia mulai dari pagi sampai petang menjelang. Ketika malam menghampiri, guru idola tak pernah lepas berdoa untuk selalu diberikan kekuatan oleh Tuhan agar mampu menggali ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang dan tiada henti.



Akhirnya, guru idola tentu akan menjadi harapan semua peserta didik. Harapan kita semua agar pendidikan ini tampil sesuai dengan apa yang kita cita-citakan. Guru idola harus menjadi cita-cita semua guru di sekolah agar dunia pendidikan kita kembali tersenyum. Oleh karena itu, untuk menjadi guru idola, mulailah dari diri sendiri, mulailah dari hal yang kecil, mulailah banyak memberi, dan mulailah menata diri sendiri untuk menjadi guru idola.

PENGARUH UCAPAN ORANG TUA PADA ANAK

Pengaruh Ucapan Orangtua bagi Anak
Jodi Foster pernah menerima Piala Oscar sebagai aktris terbaik dalam salah satu film layar lebar. Saat penyerahan piala tersebut, dari atas panggung dia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukungnya hingga meraih penghargaan ini.

Yang menarik, ucapan terima kasihnya yang pertama ditujukan kepada ibunya. Kira-kira ucapannya seperti ini, “Saya ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu saya. Sewaktu saya masih kecil, Ibu selalu mengatakan bahwa semua lukisan tangan saya itu setara dengan karya Picasso. Pada saat saya sedang dalam keadaan sulit, ia selalu bilang: Jodi, kamu pasti bisa mengatasinya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dan, kata-kata inilah yang selalu terngiang di benak saya hingga akhirnya saya yakin dan mampu untuk menjadi seorang seniman sehebat Picasso.”

Demikian cerita yang dikutip Ayah Edy dalam membuka topik pentingnya kalimat yang diucapkan orangtua bagi anak. Ternyata, dulu Jodi Foster sangat gemar melukis. Dan, sering kali mengganggu ibunya hanya untuk memperlihatkan hasil lukisan-lukisannya yang pada saat itu semuanya masih tampak seperti benang kusut.

Para orangtua dan guru yang saya cintai, tetapi apa yang terjadi jika seandainya yang diucapkan oleh ibunya adalah seperti ini: “Jodi jangan pernah ganggu pekerjaan ibu lagi dengan lukisan-lukisan burukmu itu ya... Sudahlah Jodi, kamu tidak akan pernah mampu untuk menjadi seniman. Cepat sana segera selesaikan PR-mu, sebelum ibu berubah pikiran...!”

Kalimat-kalimat negatif seperti ini akan meninggalkan kesan dan luka yang mendalam bagi diri seorang anak. Bisa jadi, kalimat tersebut akan tertanam di dalam benaknya sepanjang hidupnya. Dalam beberapa kasus ditemui, pengaruh kata-kata di duga lebih menghancurkan hidup seorang anak daripada kekerasan yang menyangkut fisik.

Kata-kata yang kita ucapkan kepada anak membawa pengaruh besar bagi hidupnya karena setiap kata atau kalimat yang diucapkan sekaligus membawa pesan tersirat tentang dirinya, baik berhubungan dengan kemampuan ataupun ketidakmampuannya. Begitu si anak menyimpan pesan itu dalam batinnya, pesan itu lama-lama menjadi suatu keyakinan dan pembenaran atas setiap kegagalan yang dialaminya. Bahkan, sering kali kata negatif yang telah terserap dalam alam bawah sadarnya tetap bekerja, meskipun ia tidak menyadarinya.

Bayangkan, pada saat dilakukan penelitian terhadap kekuatan kalimat positif, Douglas Bloch mewawancara dua kelompok, yakni orang-orang yang sukses dan orang-orang yang tinggal di penjara. Ternyata ada perbedaan besar sekali mengenai kata-kata yang dulu sering didengar dari orangtua mereka.

Inilah kata-kata yang dulu sering didengar oleh sebagian besar kelompok orang yang dipenjara: “Kamu memang anak sialan, lihat saja nanti kelak hidupmu akan berakhir di penjara!”

Sementara itu, inilah kata-kata yang dulu sering didengar oleh kelompok orang-orang yang sukses. Mereka selalu diberikan duaa jenis kalimat positif, yaitu kalimat penghargaan dan penguatan.

Kalimat Penghargaan
- “Lihat... betapa bagusnya kamu melakukan itu....”
- “Terimakasih, kamu telah menepati janji....”
- “Papa sungguh berterimakasih, kamu telah mau berusaha....”

Kalimat Penguatan
- “Mama yakin, kamu akan mampu mengatasinya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan!”
- “Mama yakin, kamu sesungguhnya anak baik, hanya mungkin kali ini kamu sedang terpengaruh oleh teman-temanmu yang tidak baik. Apakah kamu mau bila mama membantumu untuk bisa menjadi baik seperti dulu lagi?”

Sebagaimana dijelaskan di dalam bukunya, "Mendidik Anak Zaman Sekarang Ternyata Mudah Lho..." sungguh betapa dahsyatnya efek dari kalimat-kalimat negatif bagi masa depan seorang anak!

Namun, berita baiknya adalah ternyata pengaruh kalimat-kalimat negatif tersebut masih bisa dihapuskan melalu kalimat-kalimat positif. Terlebih lagi yang mengucapkannya adalah orangtua atau gurunya sendiri. Jadi, segeralah ganti kalimat-kalimat kita yang selama ini bernuansa negatif dengan kalimat positif.

Berikut adalah beberapa contoh kalimat negatif yang mungkin dulu sering kita dengar dari para guru dan orangtua.
“Aduh... Kamu susah amat ya diajarinya.. .?”
Coba kita ganti dengan:
“Ibu Guru yakin, kamu sebenarnya mampu mengerjakannya. Kamu hanya perlu waktu saja. Ayo kita coba sekali lagi ya...!”

Ingat, kalimat mana yang kita pilih, tulah yang akan menjadi kenyataan pada masa depan anak-anak tercinta! Demi masa depan anak-anak kita yang lebih baik, mulai hari ini juga, mari kita biasakan untuk selalu mengucapkan kalimat-kalimat positif pada mereka setiap hari.

Jumat, 03 Juli 2009

OLEH-OLEH BALONG GEBANG 2009

Tanggal 25 sd 27 Juni 2009, saya mengikuti Pelatihan Kompetensi Tenaga Pendidik SMP/MTs Kabupaten Nganjuk. Saya menggantikan teman saya yang berhalangan.
Chek In Jam 06.30 dapat kamar yang sama seperti tahun kemarin, yaitu kamar 17, tp dengan teman2 yang baru: Bp Sapta - SMP 4, Siswo - Bagor 2, Hermanto - Bagor 1, Slamet - Wilangan 1.
Materi yang saya dapat...seperti tahun kemarin, yang baru UU Guru yang disampaikan Pengawas- Bp Drs H Qomarudin MM.
Hari kedua: saya pulang ambil gaji 13 dengan P Jito di rumah P Pur
Juga Peer Teaching saya mewakili kelompok saya- kelompok 5a dengan anggota Bu Wiwik dari Kertosono 2 dan Sri Rahayu dari Nganjuk 2 dengan materi menyusun tabel untuk menggambar grafik. tampil urutan ke 7 setelah istirahat siang...nerveus juga lho...dilihat teman-teman guru dengan didampingi P Ismadi.
Tiba acara yang saya tunggu-tunggu....penutupan...dan ada yang mengejutkan saya terpilih menjadi Terbaik ketiga untuk mata pelajaran Matematika(Alhamdulillah)...kaget campur bahagia
Selamat tinggal Balonggebang... sampai di rumah Adzan Magrib